MAKALAH
BIOTEKNOLOGI
PETERNAKAN
“ KRIOPRESERVASI
EMBRIO – OOSIT DAN FERTILISASI IN VITRO ”
OLEH
KELOMPOK I :
FRANS K. H. KODI
FRANSISKUS Y. D.
KADJU
IDON YANDRI BABU
MARIA MARNI
HENGKI BENU
NEVI RAMBU SEDU
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS
PETERNAKAN
UNIVERSITAS
NUSA CENDANA
KUPANG
2012
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmatnya, penulis dapat meyelesaikan makalah
ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penulisan makalah ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik secara
moril maupun materil selama proses penulisan.
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah serta diharapkan dapat bermanfaat
bagi seluruh pembaca guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
Sebagai
manusia tentunya tidak terlepas dari kesalahan, begitu pula dalam penulisan
makalah ini. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna memperbaikinya dalam penulisan selanjutnya.
Kupang, November 2012
Penulis
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengembangan
peternakan di Indonesia khususnya dalam rangka meningkatkan populasi ternak,
untuk mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri, perlu didukung oleh berbagai faktor.
Beberapa teknologi reproduksi diaplikasikan untuk menigkatkan angka kebuntingan
dan kelahiran anak.
Teknologi
Inseminasi Buatan (IB) sudah banyak diaplikasikan oleh peternak di Indonesia.
Demikian pula halnya dengan teknologi Transfer Embrio (TE) yang sudah mulai diperkenalkan
di Indonesia pada tahun 1987. Inseminasi buatan dilakukan sebagai upaya untuk
meningkatkan nilai tambah sel gamet jantan (spermatozoa) dari seekor pejantan
unggul sehingga jumlah betina yang dapat dibuahi dapat ditingkatkan dan
keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik. Sedangkan
Transfer Embrio (TE) ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah dari sel gamet
baik dari induk jantan maupun induk betina terhadap proses produksi ternak,
sehingga keturunan yang diperoleh akan mendapatkan peningkatan mutu genetik
dari kedua tetuanya.
Didalam
penerapan TE, embrio yang akan ditransfer dapat dihasilkan baik secara in vivo
maupun in vitro, sehingga tersedianya gamet, terutama sel telur (oosit) secara
kesinambungan merupakan faktor utama yang hanya terus diupayakan. Supaya TE
dapat berjalan lancar, maka diperlukan teknologi yang baik yang dapat menunjang
keberhasilan dalam penerapan TE. Diantaranya adalah kriopreservasi baik pada spermatozoa,
oosit maupun pada embrio yang berguna dalam penyimpanan sel gamet dan embrio
sebelum dilakukan TE. Selain itu juga dapat dilakukan dengan fertilisasi in
vitro.
Oosit
beku akan memiliki nilai tambah jika setelah kriopreservasi masih menunjukkan keadaan
morfologi maupun struktur organel yang normal. Keadaan ini sangat berkait erat
dengan peranannya di dalam menunjang dan menjalankan aktivitas fungsi biologis
oosit, yaitu sebagai sarana atau tempat berlangsungnya proses fertilisasi dan
perkembangan embrio. Dengan demikian, kuantitas serta kualitas dari organel
ataupun bahan-bahan lain yang terkandung di dalam sitoplasma oosit akan sangat
menentukan keberhasilan proses fertilisasi dan perkembangan embrio selanjutnya.
Perkembangan selanjutnya dapat dilakukan melalui fertilisasi in vitro.
B.
Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses kriopreservasi embrio
dan oosit serta fertilisasi in vitro beserta tujuan dan manfaatnya bagi dunia
peternakan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kriopreservasi
Pengertian Kriopreservasi
Kriopreservasi
adalah suatu penyimpanan gamet dalam waktu lama yang dilakukan dalam bentuk
beku pada suhu -1960C (dalam nitrogen cair) dalam media dengan
penembahan krioprotektan. Pada saat tersebut sel dalam keadaan “ditidurkan”,
sehingga metabolisme sel terhenti, tetapi masih mempunyai kemampuan hidup setelah
sel tersebut “dibangunkan” kembali dengan mencairkan dan mengkultur pada
kondisi tertentu secara optimum.
Kriopreservasi
oosit merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah oosit sehingga
dapat dipergunakan tanpa dibatasi oleh kendala waktu dan jarak. Teknik
kriopreservasi oosit merupakan suatu cara untuk menyimpan sampel dalam bentuk
beku dengan tujuan untuk penyimpanan,
pemeliharaan, menjamin, dan mempertahankan kelangsungan hidup sel. Dengan teknik
kriopreservasi daya hidup (viabilitas) oosit dapat dipertahankan dengan cara
mereduksi fungsi-fungsi dan aktivitas metabolik tanpa terjadinya kerusakan
membran maupun organel sel sehingga fungsi biologis, fisiologis, dan imunologis
tetap ada.
Kemampuan
untuk melakukan kriopreservasi oosit mamalia akan memperpanjang daya tahan
oosit dan secara efektif akan meningkatkan penerapan dan peranan TE dengan
kemampuan daya guna teknologi biologi reproduksi secara luas, antara lain
kloning dan rekayasa embrio
Tujuan Kriopreservasi
Melalui
kriopreservasi, oosit dari hewan ternak, hewan laboratorium, maupun hewan liar
dapat disimpan dalam keadaan beku tanpa batas waktu untuk aplikasi komersial
ataupun penelitian dikemudian hari. Oosit betina yang bermutu genetik tinggi,
termasuk spesies yang hampir punah dapat tetap terpelihara walaupun betina
telah kehilangan fungsi fertilisasi secara normal atau bahkan telah mati,
karenanya penyediaan oosit yang diperoleh dari hewan bermutu genetik tinggi
atau memiliki nilai ekonomi dapat ditingkatkan dan dilakukan setiap saat
setelah hewan dipotong atau mati mendadak.
Manfaat Kriopreservasi
a. Dapat
mempermudah pengaturan waktu dalam program produksi embrio in vitro berikut
transfer embrio serta teknik konsepsi terkait lainnya.
b. Secara
umum merupakan upaya penyimpanan dan pemeliharaan plasma nutfah.
c. Plasma
nutfah dari betina yang bernilai mutu genetik atau ekonomi tinggi dan
spesies-spesies langka yang dilindungi dapat terselamatkan setelah hewan betina
dipotong atau bahkan mati.
Prinsip Dasar Kriopreservasi
Prinsip
terpenting dari kriopreservasi adalah pengeluaran sebagian besar air
intraseluler dari sel-sel sebelum membeku sehingga mencegah pembentukan
kristal-kristal es selama proses pembekuan.
Krioprotektan
Krioprotektan
digunakan untuk menghindari terbentuknya kristal-kristal es besar yang dapat
merusak sel dan mencegah keluarnya air terlalu banyak yang dapat merusak sel (sel-sel
retak karena kekeringan). Fungsi krioprotektan adalah untuk meminimalkan
terjadinya kerusakan pada oosit ternak selama pembekuan, baik berupa efek
larutan maupun efek pembentukan kristal-kristal es sehingga viabilitasnya dapat
dipertahankan. Dikenal dua golongan krioprotektan yakni krioprotektan
ekstraseluler dan intraseluler. Krioprotektan ekstraseluler bekerja dengan cara “membungkus” membran
plasma sel seperti polivinil pirolidon (PVP), guladengan molekul besar sukrosa
dan raffinosa, protein dan lipoprotein, kuning telur, serum darah dan susu.
Sedangkan krioprotektan intraseluler dapat memasuki sel, sehingga dapat
melindungi sel dari dalam dengan cara menyeimbangkan osmolaritas intra dan
ekstra sel serta memodifikasi struktur permukaan kristal-kristal es sehingga
tidak terlalu tajam seperti gliserol, dimethylsulfoxide (DMSO), etilen glikol
dan 1,2 propanadiol.
Metode kriopreservasi Oosita
a. Metode
pembekuan (freezing)
Metode pembekuan meliputi pembekuan lambat dan cepat
(slow and rapid/ ultrarapid freezing). Pada metode ini terdapat pemadatan
cairan yang terjadi melalui pembentukan kristal es. Angka pendinginan lebih
cepat dapat menurunkan toksisitas krioprotektan dan juga menguragi lamanya
waktu oosit yang terbuka pada temperatur yang lebih sensitif.
b. Metode
vitrifikasi
Vitrifikasi merupakan sebuah metode pembekuan
melalui proses pemadatan larutan tanpa pembentukan kristal es sebagai akibat
peningkatan viskositas dan penurunan suhu yang sangat cepat. Pada metode
vitrifikasi ini, material yang akan dibekukan ditempatkan dalam media
hiperosmolaritas atau krioprotektan berkonsentrasi tinggi. Setelah itu material
langsung dicelupkan ke dalam nitrogen cair sehingga larutanyang beku ini
seolah-olah menjadi seperti kaca yang disebut vitreus, serta memiliki distribusi
molekuler dan ionik dalam keadaan cair. Dengan demikian, efek merusak dari kristal
es ekstra dan intraseluler dapat diminimumkan. Kelebihan yang lainnya adalah metode
ini sederhana, murah, mudah, dan tidak membutuhkan alat penurun suhu khusus (hanya
kontainer nitrogen cair). Kelemahan metode vitrifikasi adalah untuk
meminimumkan terbentuknya kristales dibutuhkan krioprotektan konsentrasi
tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan tingginya tekanan osmotik serta toksisitas
krioprotektan terhadap oosit sehingga diperlukan perlakuan ekstra untuk
menurunkan tekanan osmotik dan toksisitas.
Kerusakan
yang terjadi pada oosit yang mengalami kriopreservasi sangat variatif
tergantung pada dua faktor utama yaitu karakteristik oosit dan metode yang
dipergunakan.
B.
Fertilisasi
In Vitro
Fertilisasi In Vitro dirintis
oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan suatu upaya peningkatan
produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat dilakukan dengan
fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum
dibuahi diluar tubuh.
Teknologi fertilisasi secara in
vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan salah satu usaha
memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah Potong
Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal
untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam
jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al.,
2008).
In Vitro
Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya
proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh.
Menurut Supri Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi
serangkaian kegiatan berupa mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi
spermatozoa, pembuahan dan perkembangan embrio.
Berikut ini
adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :
a. Pengumpulan
ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan ovarium dilaksanakan
dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong. Setelah ovarium
didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9% dan di bawa ke
laboratorium.
b. .Koleksi
Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu
aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.
c. Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
d. Pembekuan Embrio
e.
Program Transfer Embrio
a. Metode
Koleksi Oosit
Berikut
ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi oosit :
1. Aspirasi
ü Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan
menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%.
ü Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5
ºC.
ü Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran
yang masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
ü Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan
jarum suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml
tersebut.
ü Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang
membentuk vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum
ditusukkan melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk
menghindari terlepasnya oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan
folikel yang tipis.
ü Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya
cairan aspirasi yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam
petridish 35 mm yang telah dipersiapkan.
ü Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium
dicatat.
ü Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl
Fisiologis 0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk
menunggu proses selanjutnya.
2. Teknik sayatan.
Ø Ovarium
disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan
petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop
pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium
tadi.
Ø Dengan
menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh kedalam
cawan petri lainnya.
Ø Dihitung
jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari
setiap ovarium dengan cara ini.
Ø Oosit yang
dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis
0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.
3. Teknik injeksi medium.
Ø Ovarium
dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
Ø Isi
disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat
merata diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g,
kemudian disemprotkan medium perlahan-lahan.
Ø Cairan
medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish.
Ø Hitung dan
amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan
dari setiap ovarium dengan cara ini.
Ø Oosit yang
didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl
fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.
b. Klasifikasi
Oosit
Berikut ini merupakan klasifikasi
oosit yang didasarkan atas Cumullus Oophorus yang dapat dijadikan
sebagai parameter kualitas oosit :
·
Kualitas A, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus
kompak.
·
Kualitas B, adalah oosit dengan Cumullus Oophorus
sebagian.
·
Kualitas C, adalah oosit yang tidak mempunyai Cumullus
Oophorus.
·
Maturasi oosit dapat
dilakukan pada oosit yang mempunyai kualitas A dan B.
c. Maturasi
Oosit, Fertilisasi, Kultur In Vitro
·
Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat
baik dan baik (A dan B) kemudian dicuci dalam media maturasi.
·
TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum (FCS,
GIBCOTM) dan ditambahkan hormon E2 (1μg/ ml), hCG (10μg/ml) dan FSH (10μg/ml).
Oosit tersebut dimasukkan ke dalam 50 μl spot media maturasi yang sebelumnya
telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38 °C dan dikultur
selama 22-24 jam (Margawati et al., 2000).
·
Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y
sapi PO yang telah dipisahkan dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et
al., 2003) di-thawing dan masing-masing diperiksa motilitasnya.
Motilitas sperma ≥ 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara in vitro.
Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam
tabung sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang
terdiri atas media Brackett Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin,
kemudian sperma disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada
temperatur 27°C. Supernatan dibuang, kemudian endapan sperma (0,5 ml) ditambah
dengan media semen dilution solution (SDS, yang terdiri atas media BO
dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi 1 x 106 / ml. Spot berisi 100 μl SDS berisi
sperma X atau Y dibuat di dalam cawan petri, kemudian ditutup dengan mineral
oil dan diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam. Setelah itu
dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi dengan menggunakan media oocyte
washing solution (OWS, yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit
yang telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/
spot) dan dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al.,
2004).
·
Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media
kultur CR1aa + 5% FCS sambil dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan
pipet. Zigot kemudian dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian
dimasukkan ke dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38°C. Pengamatan perkembangan
embrio dari tahap 2 sel sampai morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama
6-7 hari (Margawati et al., 2000; Kaiin et al., 2004).
d. Pembekuan
Embrio
·
Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam
kultur in vitro kemudian dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian
dipindahkan berturut-turut ke dalam media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7%
sampai 10% masing-masing selama 10 menit. Embrio dan gliserol dalam volume
sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke dalam straw bersama dengan kolom-kolom
media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai media pencuci gliserol pada saat
thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut dibekukan dengan
menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan penurunan temperatur
secara bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai temperatur
- 30oC, straw dimasukkan dan disimpan dalam tangki nitrogen cair
(temperatur -196oC).
e. Program
Transfer Embrio
·
Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak
resipien dilakukan dengan memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan
kondisi reproduksi yang memenuhi syarat digunakan sebagai ternak
resipien.
·
Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi
berahinya dengan penyuntikan PGF2α (Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/
ekor secara intra muskular. Transfer embrio menggunakan embrio beku hasil FIV
dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke 6 setelah berahi pada
induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan resipien
sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio
beku di-thawing dalam air hangat 37° C kemudian langsung ditransfer ke induk
resipien dengan menggunakan gun transfer.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan:
a. Kriopreservasi
·
Kriopreservasi adalah suatu penyimpanan
gamet dalam waktu lama yang dilakukandalam bentuk beku pada suhu -196 0C
(dalam nitrogen cair) dalam media denga penembahan krioprotektan.
·
Dengan kriopreservasi, oosit betina yang
bermutu genetik tinggi, termasuk spesies yang hampir punah dapat tetap
terpelihara walaupun betina telah kehilangan fungsiifertilisasi secara normal
atau bahkan telah mati.
·
Prinsip terpenting dari kriopreservasi
adalah pengeluaran sebagian besar air intraseluler dari sel-sel sebelum
membeku.
·
Fungsi krioprotektan adalah untuk
meminimalkan terjadinya kerusakan pada oositternak selama pembekuan, baik
berupa efek larutan maupun efek pembentukankristal-kristal es sehingga viabilitasnya
dapat dipertahankan.
·
Ada dua metode vitrifikasi, yaitu
pembekuan (slow, rapid maupun ultra rapidfreezing) dan metode vitrifikasi.
·
Proses kriopreservasi meliputi,
persiapan oosit, maturasi oosit, pemaparan krioprotektan, pembekuan,
penyimpanan, thawing dan pencucian.
b. Fertilisasi
In Vitro
·
Fertilisasi
In Vitro dirintis oleh P.C
Steptoe dan R.G Edwards (1978). Merupakan suatu upaya peningkatan produksi
didalam menyelamatkan bibit unggul melalui suatu teknik pembuahan dimana sel
ovum dibuahi diluar tubuh.
·
Proses
Fertilisasi In Vitro
Sel
telur yang belum matang (oosit)
diambil dari ternak hidup atau ovarium berasal dari ternak betina yang baru
dipotong. Oosit tersebut
kemudian dimatangkan dan dibuahi di laboratorium, dan dikultur sampai pada
tahap tertentu dan selanjutnya ditransfer ke ternak resipien atau dibekukan
untuk ditansfer kemudian. Proses ini dikenal sebagai pematangan in vitro atau fertilisasi buatan atau dikenal sebagai IVM / IVF (In Vitro Maturation/ In Vitro Fertilization).
·
Teknik fertilisasi in vitro yang telah
dikenal yaitu:
ü Aspirasi
ü Teknik
sayatan.
ü Teknik
injeksi medium.
B. Saran
Pembuatan
makalah ini masih memiliki kekurangan; pendapat dan saran dari pembaca sangat
diharapkan untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.
2010. Kajian Biologis Dan Morfologis
Oosit Domba Setelah Kriopreservasi Dengan Metode Vitrifikasi.
Anonymous.
2010.Faktor-Faktor Yang Dapat Merusak
Pembawa Materi Genetik Ternak Selam Penyimpanannya Dengan Teknik Kriopreservasi.
Balai PengkajianTeknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Selatan.
Mohamad,
Kusdiantoro dkk. 2005.Vitrifikasi Ovarium
Mencit Menggunakan Etilen Glikol Dan Dmso Sebagai Krioprotektan Dan
Viabilitasnya Pasca Autotranplantasi Di Subkapsula Ginjal.Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.Bogor.
Nursyam.
2008. Perkembangan Iptek Di Bidang
Reproduksi Ternak Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Fakultas
Pertanian Unlam. Banjarbaru.
Rimayanti. 2005.Pengaruh Proses Vitrifikasi Dengan Krioprotektan Etilen Glikol Terhadap
Daya Hidup Iisit Sapi.Faculty of Veterinary Medicine Airlangga University.
Surabaya.
membantu bro buat referensi makalah kami, slam kenal :)
BalasHapus